Pahlawan Indonesia Belum Habis
SEPULUH November adalah hari terjadinya peristiwa
heroik di Surabaya yang kemudian selalu kita peringati sebagai Hari
Pahlawan. Kita pun telah membaca petikan sejarah yang menggambarkan
betapa luar biasanya perjuangan para pahlawan untuk mempertahankan
kemerdekaan bangsanya, mereka yang dengan ikhlas mengorbankan segenap
jiwa dan raga sampai tetes darah penghabisan. Semua itu demi satu
tujuan: Kemerdekaan! Merdeka dari penghisapan, merdeka dari penjajahan,
dan merdeka dari penindasan kolonial.
Tanggal 10 November setiap
tahunnya selalu diperingati sebagai wujud penghormatan kepada para
pahlawan yang telah gugur dalam mempertahankan kemerdekaan. Upacara
penghormatan pun dilakukan untuk memperingati hari Pahlawan. Seremonial
tahunan ini menjadi satu refleksi bagi kita semua untuk mengenang
jasa-jasa besar para pahlawan Indonesia yang dengan ikhlas mengorbankan
segalanya sebagai wujud pengabdian kepada negaranya. Bung karno pernah
dengan lantang berseru bahwa “Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak
melupakan sejarahnya sendiri. Bangsa yang besar adalah bangsa yang
dapat menghargai jasa para pahlawannya.”
Sebagai refleksi
peringatan Hari Pahlawan, mari kita tengok keadaan negeri kita saat ini.
Secara legal formal bangsa ini memang sudah merdeka. Namun jika kita
melihat realita yang terjadi, maka sejatinya negara ini belum sepenuhnya
merdeka. Penjajahan yang kita alami saat ini memang tidaklah sama
seperti yang dialami para pendahulu kita. Kondisi saat ini jauh berbeda
jika dibandingkan dengan teriakan-teriakan arek-arek Suroboyo pada saat
itu. Namun yang kita alami saat ini adalah penjajahan sistem! Penjajahan
yang tidak terlihat garang, melainkan berwajah lembut. Penjajahan yang
tidak disadari oleh banyak orang.
Lihatlah berapa juta rakyat
Indonesia yang terbelenggu dalam kemiskinan, mereka yang tidak mampu
sekolah, pengangguran yang menumpuk, petani yang dirampas tanahnya,
buruh dengan gaji rendah, belum lagi kanker korupsi yang masih menjamur
di tubuh birokrasi negeri ini. Tan Malaka membuat sebuah ilustrasi yang
menyedihkan tentang keadaan rakyat. Sebuah kenyataan yang ditulis
puluhan tahun lampau namun masih dekat dengan kenyataan yang sekarang
kita alami: Beberapa juta jiwa sekarang hidup dalam keadaan ‘pagi
makan, petang tidak’. Mereka tidak bertanah dan beralat lagi, tidak
berpengharapan di belakang hari. Kekuasaan atas tanah pabrik, alat-alat
pengangkutan dan barang perdagangan, kini semuanya dipusatkan dalam
tangan beberapa sindikat...demikianlah rakyat Indonesia tambah lama
tambah miskin sebab gaji mereka tetap seperti biasa (malahan kerapkali
diturunkan), sementara barang-barang makanan semakin mahal...
Hal
inilah yang secara konkret harus kita selesaikan bersama. Di tengah
karut marutnya permasalahan yang terjadi pada bangsa ini, kita tidak
boleh pesimistis dalam berusaha untuk membangkitkan bangsa ini dari
keterpurukan. Bangsa ini membutuhkan orang-orang berjiwa besar yang
dengan segenap kemampuannya berusaha dengan ikhlas untuk menciptakan
masyarakat Indonesia yang merdeka secara utuh.
Sebuah keniscayaan
jika dikatakan bahwa setiap zaman akan melahirkan anak zamannya
masing-masing. Di sinilah kita terus berkaca bahwa peran generasi muda
tidak akan pernah terputus dari sejarah bangsa ini. Kita sebagai
generasi muda harus menyadari bahwa bangsa Indonesia ini membutuhkan
pahlawan-pahlawan baru untuk mewujudkan kehidupan rakyat yang demokratis
secara politik, adil secara sosial, sejahtera secara ekonomi, dan
merdeka dengan sebenar-benarnya. Kita harus sadar bahwa kita mampu
menjadi pahlawan bagi bangsa ini. Seperti dalam pidatonya SBY pernah
berkata, “Pahlawan hanyalah orang biasa, namun dia mampu melakukan
kerja-kerja yang luar biasa untuk kemaslahatan masyarakatnya.”
Pahlawan
bukanlah mereka yang duduk manis di kursi kekuasaan, bukan mereka yang
duduk bangga di kursi-kursi birokrasi bobrok, bukan pula politisi
pengumbar janji palsu kepada masyarakat. Bagi saya bersikap pahlawan
tidaklah harus berperang melawan musuh-musuh bangsa dengan bom, parang,
keris atau bambu runcing seperti pahlawan pada masa dahulu. Bukankah
arti pahlawan itu adalah orang yang menonjol karena keberanian dan
pengorbanannya dalam membela kebenaran? Bukankah makna pahlawan itu
adalah pejuang gagah berani? Bukankah makna kepahlawanan tak lain adalah
perihal sifat pahlawan seperti keberanian, keperkasaan, dan kerelaan
berkorban?
Jiwa kepahlawanan akan tumbuh pada diri kita ketika
kita benar-benar memaknai arti kata pahlawan. Pada refleksi Hari
Pahlawan tahun ini saya masih menyimpan optimisme bahwa akan terus
muncul generasi muda yang berani dalam mengatakan sebuah kebenaran, akan
terus lahir anak muda sebagai ksatria yang berani berkorban untuk
bangsa dan negaranya. Pahlawan yang mampu mewujudkan Indonesia yang
damai, adil, makmur dan sejahtera adalah kita generasi muda harapan
bangsa. Oleh karena itu keyakinan ini tidak akan pernah pudar bahwa
Pahlawan di negeri ini belum habis.